Rilis Peryataan Sikap
Hentikan Segala Bentuk Kekerasan dan Perampasan Hak dalam Konflik Agraria PT. PP Lonsum dan Petani dan Masyarakat Adat Kajang Bulukumba
Kejahatan terhadap kemanusiaan adalah kejahatan serius yang dikutuk oleh masyarakat internasional dan dikatakan sebagai kejahatan “hostis humanis generis”, musuh umat manusia. Negara bertanggung jawab atas segala bentuk perlindungan, pemenuhan dan pemajuan hak asasi manusia rakyat Indonesia dari segala bentuk kejahatan kemanusiaan yang menjatuhkan dan merendahkan nilai-nilai kemanusian. Pemahaman dan keyakinan ini menjadi penting untuk didudukkan kembali dengan melihat situasi yang sedang dihadapi oleh petani dan Masyarakat Adat Ammatoa Kajang di Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan.
Sejak 24 September 2018, Aliansi Gerakan Reforma Agraria (AGRA) cabang Bulukumba, bersama petani dan masyarakat adat Ammatoa Kajang, dan warga dari beberapa desa menduduki wilayah HGU PT. London Sumatera (Lonsum) Bulukumba. Warga yang menduduki lahan, ada sekitar 800 orang, datang dari desa Bonto Biraeng, Tambangang, Bonto Mangiring, Tamatto, Bonto Sunggu, Sangkala, Karassing, Balleanging, dan Bonto Baji. Mereka mendirikan 40 tenda di lahan HGU sebagai tempat penginapan. Pendudukan itu dilakukan di kawasan Bukit Madu, desa Tamatto. Selama aksi berlangsung, mereka mengadakan diskusi dan berkunjung ke kantor Bupati Bulukumba untuk mendesak tim kecil yang sudah disepakati agar turun meninjau lokasi.
London Sumatera (Lonsum) Bulukumba terlibat kasus perampasan tanah ulayat masyarakat Adat Ammatoa Kajang seluas 2.853 Ha yang tersebar di 4 kecamatan, yaitu Kec. Kajang, Kec. Herlang, Kec.Ujungloe, Dan Kec. Bulukumpa sejak keberadaanya tahun 1919 . Berdasarkan Perda No. 9 Tahun 2015 dengan jelas dan terang membuktikan bahwa sebagian HGU milik PT.Lonsum Bulukumba berada dalam wilayah Adat Ammatoa Kajang yang dirampas oleh PT. Lonsum. Sampai saat ini, masyarakat adat Ammatoa Kajang masih terus berjuang mengeluarkan tanah mereka dari belenggu perampasan tanah dan ruang hidup masyarakat adat Kajang Bulukumba.
Hari ini, Sabtu, 2 Maret 2019. PT. Lonsum melalui pihak Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) PT. PP London Sumatera Indonesia, Tbk cabang Palangsiang Estate memaksakan untuk melakukan penanaman dan pembongkaran rumah-rumah warga dengan melibatkan Aparat Kepolisan dan TNI didalamnya. Situasi ini kami anggap sebagai upaya politik pecah bela antara masyarakat dan karyawan PT. PP Lonsum yang berusaha memperkeruh kondisi dengan melakukan tindakan intimidasi serta kekerasan terhadap petani yang bertahan dalam lokasi pendudukan.
Dalam upaya mediasi yang dilakukan bersama pihak masyarakat, PT. PP London Sumatera dan pemerintah Kabupaten Bulukumba, PT. PP Lonsum terpaksa harus menunda penanamannya selama 3 Minggu. Dan saat ini, Lonsum tidak mau berkompromi lagi meskipun sebenarnya tahapan mediasi masih berjalan. Kamis 28 Februari 2019, Wakil Bupati dalam kunjungannya bersama Polres dan Dandim masih berjanji akan berupaya bertemu dengan Ammatoa sebagai Ketua Adat. Yang artinya proses mediasi ini sebenarnya belum selesai. Namun, Lonsum tidak memperdulikan hal tersebut.
Sebelumnya praktik perampasan lahan kembali terjadi pada hari Kamis, 17 Januari 2019. Lahan yang diklaim oleh masyarakat kembali ditanami karet oleh PT.Lonsum. Selain merusak, PT. Lonsum juga merusak 12 rumah kebun milik masyakat Adat Ammatoa Kajang. Hal serupa juga terjadi di lokasi Bonto Mangiring. Lahan yang telah ditanami jagung oleh masyarakat, belakangan ini kembali ditanami karet oleh PT. Lonsum Bulukumba, situasi yang semestinya tidak dilakukan untuk memenuhi rasa keadilan terhadap masyarakat adat Kajang yang sedang menjalani proses mediasi.
Segala bentuk perampasan dan tindakan kekerasan politik terhadap masyarakat Adat dan masyarakat yang merasakan dampak perampasan lahan oleh PP. Lonsum adalah pengabaian terhadap UU Dasar 1945 pasal 33 ayat 3 yang menjamin keadilan atas sumber penghidupan bagi kemamakmuran rakyat. Lebih jauh, situasi ini menujukkan sikap pemerintah yang abai terhadap UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia serta UU Nomor 11 Tahun 2005 Tentang Pengesahan Kovenan Internasional Tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial Dan Budaya yang mestinya memberikan jaminan bagi segenap rakyat Indonesia untuk mendapatkan keadilan dan kesejahteraan atas sumber penghidupan yang layak dan bermartabat.
Kami juga mencatat, dengan melihat bagaimana masyarakat adat Ammatoa Kajang sebagai salah satu entitas sosial yang dirugikan dalam perampasan tanah ini, bahwa pemerintah melalui berbagai institusi yang terkait tidak menghormati Deklarasi PBB tentang Hak-hak Masyarakat Adat (UNDRIP) yang menjadi deklrasi universal terkait perlindungan Masyarakat Adat.
Berangkat dari situasi tersebut, Kontras Sulawesi menyatakan sikap keras mengutuk dan menuntut ;
- Pihak Kepolisian melalui Polda Sulawesi Selatan dan Polres Bulukumba untuk menindak tegas pekerja PT. PP Lonsum yang melakukan perusakan dengan membongkar paksa rumah-rumah warga. karena tidak memiliki hak dan wewenang.
- Memastikan proses hukum yang adil dan terbuka bagi masyarakat adat Kajang dan masyarakat yang melakukan pendudukan terhadap karyawan dan pekerja PT. PP Lonsum yg melakukan perusakan dengan membongkar rumah-rumah warga dan lahan masyarakat yang telah ditanami karena tidak memliki hak dan wewenang sesuai dengan kesepakatan mediasi.
- Menuntut Pemerintah Daerah Kabupaten Bulukumba untuk bersikap tegas terhadap kesepakatan dalam proses mediasi serta terhadap segala bentuk pelanggaran yang dilakukan oleh PT. PP Lonsum.
- Menyelesiakan segera konflik agraria masyarakat adat Kajang dan masyarakat yang berhadapan dengan PT. PP London Sumatera serta segala tindakan kekerasan terhadap petani dan masyarakat adat Kajang, Kabupaten Bulukumba.
Melalui penyataan sikap ini, Kontras Sulawesi menyatakan bahwa segala bentuk penindasan dan penghancuran sumber penghidupan masyarakat Indonesia sebagai tindakan tidak manusiawi dan harus segera dihentikan.
Makassar, 2 Maret 2019
Badan Pekerja Kontras Sulawesi
Asyari Mukrim
Plt. Koordinator Kontras Sulawesi